DESKRIPSI KARYA-KARYA
FILSAFAT HEGEL
Diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas mandiri dalam Mata Kuliah Historiografi Umum
Dosen pengampu:
Drs. Fajriudin, M. Ag
Wahyu Iryana, M. Ag
Oleh:
Rihla
Natasya (NIM. 1145010114)
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam kepada penulis
sehingga pada kesempatan kali ini penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah mengenai ‘Deskripsi Karya-karya Filsafat Hegel’ sebagai tugas mandiri
dalam mata kuliah Historiografi Umum. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, keluarganya,
sahabat-sahabatnya, dan kepada umatnya hingga akhir hayat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena kemampuan penulis yang terbatas, dan tentunya tidak akan
selesai pada waktunya tanpa dukungan dari semua pihak. Maka dari itu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semuanya, terutama kepada dosen mata
kuliah Historiografi Umum, Drs. Fajriudin, M. Ag dan Wahyu Iryana, M. Ag. Yang
selalu membimbing penulis dalam pembuatan makalah.
Tiada gading
yang tak retak, begitu peribahasa mengatakan. Begitu pun makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran
yang bersifat konstruktif baik itu dari segi sistematika penulisan, diksi, dan
dari segi yang lainnya. Terima kasih atas perhatiannya.
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat menjadi sebuah pemikiran yang yang penting karenanya kehadiran
filsafat menjadi konsep ajaran untuk mengetahui, mencari makna, mencari hakikat
kesejahteraan diri, merumuskan sebuah teori baru, dan lain sebagainya.[1]
Jika kita lihat dari biografinya, George Wilhem Friedrich Hegel adalah
seorang filsuf terkenal yang berasal dari Jerman. Karya-karyanya mempengaruhi
filsuf lainnya, salah satunya adalah Karl Marx. Namun disamping itu filsafat
Hegel juga mendapat pertentangan dari kaum empiris.
Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan dialektika sebagai metode
berfilsafat. Kara-karyanya merupakan hasil daya pikir yang luar biasa, karena
menggunakan ketajaman dan keseimbangan pola pikir. Dialektika menurut Hegel
adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan
tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan
kontradiksi).
Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini, penulis akan memaparkan
beberapa karya Hegel.
1.
Bagaimana deskripsi dari
karya-karya Hegel?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui dan
memahami deskripsi dari karya-karya Hegel
2.
Untuk menambah wawasan bagi
semua pembaca makalah Substansi Karya-karya Filsafat Hegel.
[1] Rahmi Septiyani. Esensi
Fenomenologi Ruh Hegel dengan Fenomenologi Harapan, (Online). Diakses pada
Hari Rabu, 05 Oktober 2016. Melalui: www.academia.edu
2. Fenomenologi
Ruh (Phenomenology of Spirit)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Karya-karya Filsafat
Hegel
Karya Hegel
pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu karya yang langsung
diterbitkan dan karyanya yang merupakan hasil-hasil kuliahnya disekitar
1823-1827. Karya jenis ke dua ini terbit dalam beberapa jilid. Di antara karya
jenis pertama, dijumpai judul karangan Encylopaedia of Spirit dan Science
of Logic. Sementara itu, jenis karya yang ke dua adalah Aesthetics, Phylosophy
of Religion, Philosophy of History. Bukunya Phylosophy of History
ini bentuknya berupa sebuah teodisi, seperti halnya karya St. Agustinus “City
of God” yang dalam banyak hal sangat mirip. Perlu diketahui bahwa di antara
sekian judul itu, buku The Science of Logic adalah yang paling sulit
untuk dipahami, demikian ujar filsuf pesimis Schopenhour (Djawadi, 1976: 14).
Sebelum
membahasa mengenai substansi karya-karya Hegel, disini penulis akan sedikit
memaparkan metode yang dipergunakan oleh Hegel. Yaitu Metode Dialektika.
Dialektika
merupakan metode yang dipakai Hegel dalam memahami realitas sebagai perjalanan
ide menuju pada kesempurnaan. Menelusuri meteri baginya adalah kesia-siaan sebab
materi hanyalan manifestasi dari perjalanan ide tersebut. Dengan dialektika,
memahami ide sebagai realitas menjadi dimungkinkan.. Dialektika dapat dipahami
sebagai “The Theory of the Union of Opposites” (teori tentang persatuan
hal-hal yang bertentangan). Terdapat tiga unsur atau konsep dalam memahami
dialektika yaitu pertama, tesis, kedua sebagai lawan dari yang pertama disebut
dengan antitesis. Dari pertarungan dua unsur ini lalu muncul unsur ketiga yang
memperdamaikan keduanya yang disebut dengan sinthesis. Dengan demikian,
dialektika dapat juga disebut sebagai proses berfikir secara totalitas yaitu
setiap unsur saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling
berkontradiksi (melawan dan dilawan), serta saling bermediasi (memperantarai
dan diperantarai).[1]
“Tak ada
bidang-bidang Realistas maupun bidang-bidang Pengetahuan yang Terisolasi.
Semuanya saling terkait dalam satu gerak; Penyangkalan dan Pembenaran”
Sesuatu itu
hanya benar apabila dilihat dengan seluruh hubungannya, dan hubungan ini berupa
Negasi. Hanya melalui Negasi kita bisa maju, kita dapat mencapai
keutuhan, kita dapat menemukan diri sendiri.
Secara
ringkas, Dialektika memandang apa pun yang ada sebagai “kesatuan dari apa yang
berlawanan” sebagai perkembangan melalui langkah-langkah yang saling
berlawanan. Sebagai hasil dari sebuah proses yang maju lewat negasi atau
penyangkalan.
Dalam
dialektika Hegel memakai “Aufheben” yang berarti;
menyangkal/membatalkan, menyimpan dan mengangkat. Kesadaran akan dialektika
total yang menyatu di puncak filsafat itulah “Pengetahuan Absolut”.[2]
Berikut adalah
karya-karya Hegel:
1. Filsafat
Sejarah (Philosophy of History)
Pada bagian utama Philosophy of History, Hegel ingin melacak
perkembangan kebebasan dalam sejarah. Dia mulai dengan sebuah ulasan tentang
'Dunia Oriental', yang meliputi peradaban Cina, India, dan Persia. Cina dan
India digambarkan sebagai peradaban-peradaban 'stasioner' (mandek) yang berada
di luar Sejarah Dunia lantaran mereka telah berhenti berkembang. Sejarah dunia
sesungguhnya bermula hanya dengan Kerajaan Persia. Pemersatu
masyarakat-masyarakat oriental ini adalah bahwa hukum dan moralitas adalah
urusan regulasi eksternal. Menurut Hegel, tidak ada gejala sama sekali di mana
para individu oriental di tiga kebudayaan tersebut membentuk moral mereka
secara berbeda; mereka semua menghasilkan bentuk moral yang sama.[3]
Filsafat sejarah Hegel merupakan perwujudan atau pengejewantahan dari
ide universal menuju pada absolutisme dengan menjelaskan semua yang terjadi
sebagai proses. Bagi Hegel, sejarah berlaku pada kelompok bukan dalam individu.
Searah berkaitan dengan jiwa manusia dan seluruh budayanya bukan dengan Ilmu
dan tekhnologi seperti yang di jelaskan oleh para pemikir pencerahan. Hegel
mengangap sejarah tidakah bergerak secara lurus terhadap kemajuan, namun ia
bergerak secara dialektis melalui jalan melingkar.[4]
Dalam The Philosophy of History Hegel mengatakan bahwa Esensi
dari ruh adalah kebebasan, maka kebebasan adalah tujuan dari sejarah. Sejarah
baginya merupakan gerak kearah rasionalitas dan kebebasan yang semakin besar.
Hegel kemudian merumuskan perkembangan historis ruh, yang terbagi dalam tiga
tahap: Pertama, Timur. Kedua, Yunani dan Romawi dan Ketiga,
Jerman. Pada fase pertama kita akan temui bahwa yang bebas hanyalah satu orang,
seperti yang kita lihat dalam monarki Cina dan Timur Tengah , lalu sejarah
bergerak pada masa Yunani Kuno dan Romawi dimana yang bebas menjadi beberapa orang
sebab masih ada pembedaan antara tuan dan budak maka bentuk yang sempurna
adalah Jerman dimana yang bebas adalah semuanya Pemikiran Hegel mengarahkan
kita pada pemahaman bahwa sejarah merupakan pergerakan penuh tujuan atas
cita-cita Tuhan untuk kemanusiaan. Hegel pun memahami bahwa sejarah memang
merupakan meja pembantaian dimana kesengsaraan, kematian , ketidakadilan dan
kejahatan menjadi bagian dari panggung dunia. Namun Filsafat sejarah merupakan teodisi
atau usaha untuk membenarkan tuhan dan mensucikan tuhan data tuduhan bahwa
tuhan membiarkan kejahatan berkuasa di dunia. Dia menunjukkan anggapan yang
salah tentang sejarah di sebabkan karena merekan hanya melihat permukaanya
saja, tetapi mereka tidak melihat aspek Laten serta potensial dalam sejarah
yaitu jiwa absolut dan esensi jiwa yaitu kebebasan.
Konsep Fenomenologi Ruh yang dikembangkan oleh Hegel sendiri menekankan
pada logika kebenaran. Ia membawa sebuah prinsip subjektif dari pemikiran
filsafat klasik menggunakan perenungan atau logika sehingga menghasilkan ajaran
atau keyakinan akan adanya Tuhan sebagai ‘ruh yang absolut’. Walaupun para
filsuf klasik sebelum kelahiran fenomenologi Hegel ini berpengaruh pada ajaran
filsafat Neoplatonisme bahwa segala sesuatu akan kembali pada asalnya, akan
tetapi yang digaungkan saat itu hanyalah ajaran filsafat positif sehingga
menafikan kehadiran Tuhan yang tidak nyata terlihat menurut mereka.
Prinsip-prinsip universal yang berlaku dalam filsafat melahirkan
berbagai pandangan dan Hegel sebagai pelopor aliran fenomenologi menjadi kiblat
dari filsuf penerusnya untuk senantiasa melahirkan perkembangan etis dan
pemikiran baru melihat pada kebudayaan masyarakat setempat yang diamati. Karena
hal inilah maka kehadiran fenomenologi dianggap sebagai peletak dasar
kehumanisan manusia sehingga manusia meyakini bahwa dirinya ada bukan karena
ada dengan sendiri, tapi karena ada unsur lain yang membuat ia ada, yaitu
Tuhan.
Fenomenologi Ruh[5]
yang pertama kali dikembangkan oleh Hegel dalam konsep yang ia lahirkan
menyimpulkan bahwa Fenomenologi Ruh sendiri merupakan pengantar untuk
mempelajari logika dan bagian-bagian lain dalam filsafat. Ajaran ini telah
membawa alam pikiran manusia dari kegelapan menuju cahaya karena dalam satu
bentuk terfokus pada ‘upaya diri sendiri’ hasil dari logika secara sadar. Pada
awalnya manusia berpikir bahwa ia ada karena dengan ada sendirinya, akan tetapi
pada satu ketika ruh ini melebur dalam tubuh dan alam pikiran manusia, sehingga
secara subjektif dan melihat dari tujuan manusia (secara historis) timbul satu
penyimpulan utama bahwa manusia ada karena ada Tuhan yang menciptakan.
Fenomenologi Ruh Hegel ini dalam konsep filsafat modern menyatukan
kesamaan pandang manusia dari para pemikir filsuf yang mempelajarinya bahwa
filsafat itu sendiri senantiasa fokus pada kebenaran yang pasti walaupun
kecenderungan masyarakat saat ini sudah jauh berbeda. Konsep masyarakat yang
bebas tanpa aturan pun tidak menghalangi perkembangan filsafat saat ini.
Filsafat tetap menyatukan antara dua faktor yakni seni dan religi dalam
masyarakat sehingga budaya yang berkembang dan menjadi perhatian dalam ajaran
Fenomenologi Ruh bukan dianggap sebagai penghalang melainkan objek penelitian.[6]
[1] Filsafat Hegel. Dialektika,
(Online). Diakses pada Hari Rabu, 28 September 2016. Melalui:
eprints.dinus.ac.id
[2] Sabda Kata. Konsep
Dialektika Hegel, (Online). Diakses pada Hari Minggu, 02 Oktober 2016.
Melalui: torattedoda.heck.in
[3] Staff Site UNY. G. W. H.
Hegel, (Online). Diakses pada Hari Rabu, 05 Oktober 2016. Melalui:
staff.uny.ac.id
[4] Lisa Untari. Dialektika
Hegel, (Online). Diakses pada Hari Minggu, 02 Oktober 2016. Melalui: www.academia.edu
[5] James Douli dalam jurnal Hegel’s
Phenomenology and Postmodern Thought, dari www.swgc.mun.ca/animus dalam animus 5
(2000)
[6]
Rahmi Septiyani. Esensi
Fenomenologi Ruh Hegel dengan Fenomenologi Harapan, (Online). Diakses pada
Hari Rabu, 05 Oktober 2016. Melalui: www.academia.edu
BAB III
PENUTUP
Hegel
merupakan seorang tokoh filsuf yang mempunyai daya pola pikir yang luar biasa,
beliau sangat menyeimbangkan antara konsep empirik dan non-empirik, yang
dikenal sebagai metode dialektika. Menyatukan tesis, antitesis sehingga menjadi
sintesis. Walaupun dengan begitu, pemikiran Hegel mendapat pertentangan dari
kaum filsuf yang mendominasi pada konsep empirisme. Karya-karyanya tentu
mempengaruhi pemikirian filsuf lainnya
DAFTAR PUSTAKA
- Rahmi Septiyani. Esensi Fenomenologi Ruh Hegel dengan Fenomenologi Harapan, (Online). Diakses pada Hari Rabu, 05 Oktober 2016. Melalui: www.academia.edu
- Filsafat Hegel. Dialektika, (Online). Diakses pada Hari Rabu, 28 September 2016. Melalui: eprints.dinus.ac.id
- Sabda Kata. Konsep Dialektika Hegel, (Online). Diakses pada Hari Minggu, 02 Oktober 2016. Melalui: torattedoda.heck.in
- Staff Site UNY. G. W. H. Hegel, (Online). Diakses pada Hari Rabu, 05 Oktober 2016. Melalui: staff.uny.ac.id
- Lisa Untari. Dialektika Hegel, (Online). Diakses pada Hari Minggu, 02 Oktober 2016. Melalui: www.academia.edu
- James Douli dalam jurnal Hegel’s Phenomenology and Postmodern Thought, dari www.swgc.mun.ca/animus dalam animus 5 (2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar