Senin, 12 Desember 2016

Historiografi Umum




DESKRIPSI KARYA-KARYA FILSAFAT HEGEL
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mandiri dalam Mata Kuliah Historiografi Umum

Dosen pengampu:

Drs. Fajriudin, M. Ag

Wahyu Iryana, M. Ag






Oleh:

Rihla Natasya           (NIM. 1145010114)







KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam kepada penulis sehingga pada kesempatan kali ini penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah mengenai ‘Deskripsi Karya-karya Filsafat Hegel’ sebagai tugas mandiri dalam mata kuliah Historiografi Umum. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan kepada umatnya hingga akhir hayat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena kemampuan penulis yang terbatas, dan tentunya tidak akan selesai pada waktunya tanpa dukungan dari semua pihak. Maka dari itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semuanya, terutama kepada dosen mata kuliah Historiografi Umum, Drs. Fajriudin, M. Ag dan Wahyu Iryana, M. Ag. Yang selalu membimbing penulis dalam pembuatan makalah.
Tiada gading yang tak retak, begitu peribahasa mengatakan. Begitu pun makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat konstruktif baik itu dari segi sistematika penulisan, diksi, dan dari segi yang lainnya. Terima kasih atas perhatiannya.










BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Filsafat menjadi sebuah pemikiran yang yang penting karenanya kehadiran filsafat menjadi konsep ajaran untuk mengetahui, mencari makna, mencari hakikat kesejahteraan diri, merumuskan sebuah teori baru, dan lain sebagainya.[1]
Jika kita lihat dari biografinya, George Wilhem Friedrich Hegel adalah seorang filsuf terkenal yang berasal dari Jerman. Karya-karyanya mempengaruhi filsuf lainnya, salah satunya adalah Karl Marx. Namun disamping itu filsafat Hegel juga mendapat pertentangan dari kaum empiris.
Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Kara-karyanya merupakan hasil daya pikir yang luar biasa, karena menggunakan ketajaman dan keseimbangan pola pikir. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi).
Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini, penulis akan memaparkan beberapa karya Hegel.

B.        Rumusan Masalah
1.      Bagaimana deskripsi dari karya-karya Hegel?


C.        Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui dan memahami deskripsi dari karya-karya Hegel
2.      Untuk menambah wawasan bagi semua pembaca makalah Substansi Karya-karya Filsafat Hegel.


[1] Rahmi Septiyani. Esensi Fenomenologi Ruh Hegel dengan Fenomenologi Harapan, (Online). Diakses pada Hari Rabu, 05 Oktober 2016. Melalui: www.academia.edu









BAB II
PEMBAHASAN


A.        Deskripsi Karya-karya Filsafat Hegel
Karya Hegel pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu karya yang langsung diterbitkan dan karyanya yang merupakan hasil-hasil kuliahnya disekitar 1823-1827. Karya jenis ke dua ini terbit dalam beberapa jilid. Di antara karya jenis pertama, dijumpai judul karangan Encylopaedia of Spirit dan Science of Logic. Sementara itu, jenis karya yang ke dua adalah Aesthetics, Phylosophy of Religion, Philosophy of History. Bukunya Phylosophy of History ini bentuknya berupa sebuah teodisi, seperti halnya karya St. Agustinus “City of God” yang dalam banyak hal sangat mirip. Perlu diketahui bahwa di antara sekian judul itu, buku The Science of Logic adalah yang paling sulit untuk dipahami, demikian ujar filsuf pesimis Schopenhour (Djawadi, 1976: 14).
Sebelum membahasa mengenai substansi karya-karya Hegel, disini penulis akan sedikit memaparkan metode yang dipergunakan oleh Hegel. Yaitu Metode Dialektika.
Dialektika merupakan metode yang dipakai Hegel dalam memahami realitas sebagai perjalanan ide menuju pada kesempurnaan. Menelusuri meteri baginya adalah kesia-siaan sebab materi hanyalan manifestasi dari perjalanan ide tersebut. Dengan dialektika, memahami ide sebagai realitas menjadi dimungkinkan.. Dialektika dapat dipahami sebagai “The Theory of the Union of Opposites” (teori tentang persatuan hal-hal yang bertentangan). Terdapat tiga unsur atau konsep dalam memahami dialektika yaitu pertama, tesis, kedua sebagai lawan dari yang pertama disebut dengan antitesis. Dari pertarungan dua unsur ini lalu muncul unsur ketiga yang memperdamaikan keduanya yang disebut dengan sinthesis. Dengan demikian, dialektika dapat juga disebut sebagai proses berfikir secara totalitas yaitu setiap unsur saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), serta saling bermediasi (memperantarai dan diperantarai).[1]
Tak ada bidang-bidang Realistas maupun bidang-bidang Pengetahuan yang Terisolasi. Semuanya saling terkait dalam satu gerak; Penyangkalan dan Pembenaran”
Sesuatu itu hanya benar apabila dilihat dengan seluruh hubungannya, dan hubungan ini berupa Negasi. Hanya melalui Negasi kita bisa maju, kita dapat mencapai keutuhan, kita dapat menemukan diri sendiri.
Secara ringkas, Dialektika memandang apa pun yang ada sebagai “kesatuan dari apa yang berlawanan” sebagai perkembangan melalui langkah-langkah yang saling berlawanan. Sebagai hasil dari sebuah proses yang maju lewat negasi atau penyangkalan.
Dalam dialektika Hegel memakai “Aufheben” yang berarti; menyangkal/membatalkan, menyimpan dan mengangkat. Kesadaran akan dialektika total yang menyatu di puncak filsafat itulah “Pengetahuan Absolut”.[2]
Berikut adalah karya-karya Hegel:
           1.    Filsafat Sejarah (Philosophy of History)
Pada bagian utama Philosophy of History, Hegel ingin melacak perkembangan kebebasan dalam sejarah. Dia mulai dengan sebuah ulasan tentang 'Dunia Oriental', yang meliputi peradaban Cina, India, dan Persia. Cina dan India digambarkan sebagai peradaban-peradaban 'stasioner' (mandek) yang berada di luar Sejarah Dunia lantaran mereka telah berhenti berkembang. Sejarah dunia sesungguhnya bermula hanya dengan Kerajaan Persia. Pemersatu masyarakat-masyarakat oriental ini adalah bahwa hukum dan moralitas adalah urusan regulasi eksternal. Menurut Hegel, tidak ada gejala sama sekali di mana para individu oriental di tiga kebudayaan tersebut membentuk moral mereka secara berbeda; mereka semua menghasilkan bentuk moral yang sama.[3]
Filsafat sejarah Hegel merupakan perwujudan atau pengejewantahan dari ide universal menuju pada absolutisme dengan menjelaskan semua yang terjadi sebagai proses. Bagi Hegel, sejarah berlaku pada kelompok bukan dalam individu. Searah berkaitan dengan jiwa manusia dan seluruh budayanya bukan dengan Ilmu dan tekhnologi seperti yang di jelaskan oleh para pemikir pencerahan. Hegel mengangap sejarah tidakah bergerak secara lurus terhadap kemajuan, namun ia bergerak secara dialektis melalui jalan melingkar.[4]
Dalam The Philosophy of History Hegel mengatakan bahwa Esensi dari ruh adalah kebebasan, maka kebebasan adalah tujuan dari sejarah. Sejarah baginya merupakan gerak kearah rasionalitas dan kebebasan yang semakin besar. Hegel kemudian merumuskan perkembangan historis ruh, yang terbagi dalam tiga tahap: Pertama, Timur. Kedua, Yunani dan Romawi dan Ketiga, Jerman. Pada fase pertama kita akan temui bahwa yang bebas hanyalah satu orang, seperti yang kita lihat dalam monarki Cina dan Timur Tengah , lalu sejarah bergerak pada masa Yunani Kuno dan Romawi dimana yang bebas menjadi beberapa orang sebab masih ada pembedaan antara tuan dan budak maka bentuk yang sempurna adalah Jerman dimana yang bebas adalah semuanya Pemikiran Hegel mengarahkan kita pada pemahaman bahwa sejarah merupakan pergerakan penuh tujuan atas cita-cita Tuhan untuk kemanusiaan. Hegel pun memahami bahwa sejarah memang merupakan meja pembantaian dimana kesengsaraan, kematian , ketidakadilan dan kejahatan menjadi bagian dari panggung dunia. Namun Filsafat sejarah merupakan teodisi atau usaha untuk membenarkan tuhan dan mensucikan tuhan data tuduhan bahwa tuhan membiarkan kejahatan berkuasa di dunia. Dia menunjukkan anggapan yang salah tentang sejarah di sebabkan karena merekan hanya melihat permukaanya saja, tetapi mereka tidak melihat aspek Laten serta potensial dalam sejarah yaitu jiwa absolut dan esensi jiwa yaitu kebebasan.

            2.    Fenomenologi Ruh (Phenomenology of Spirit)
Konsep Fenomenologi Ruh yang dikembangkan oleh Hegel sendiri menekankan pada logika kebenaran. Ia membawa sebuah prinsip subjektif dari pemikiran filsafat klasik menggunakan perenungan atau logika sehingga menghasilkan ajaran atau keyakinan akan adanya Tuhan sebagai ‘ruh yang absolut’. Walaupun para filsuf klasik sebelum kelahiran fenomenologi Hegel ini berpengaruh pada ajaran filsafat Neoplatonisme bahwa segala sesuatu akan kembali pada asalnya, akan tetapi yang digaungkan saat itu hanyalah ajaran filsafat positif sehingga menafikan kehadiran Tuhan yang tidak nyata terlihat menurut mereka.
Prinsip-prinsip universal yang berlaku dalam filsafat melahirkan berbagai pandangan dan Hegel sebagai pelopor aliran fenomenologi menjadi kiblat dari filsuf penerusnya untuk senantiasa melahirkan perkembangan etis dan pemikiran baru melihat pada kebudayaan masyarakat setempat yang diamati. Karena hal inilah maka kehadiran fenomenologi dianggap sebagai peletak dasar kehumanisan manusia sehingga manusia meyakini bahwa dirinya ada bukan karena ada dengan sendiri, tapi karena ada unsur lain yang membuat ia ada, yaitu Tuhan.
Fenomenologi Ruh[5] yang pertama kali dikembangkan oleh Hegel dalam konsep yang ia lahirkan menyimpulkan bahwa Fenomenologi Ruh sendiri merupakan pengantar untuk mempelajari logika dan bagian-bagian lain dalam filsafat. Ajaran ini telah membawa alam pikiran manusia dari kegelapan menuju cahaya karena dalam satu bentuk terfokus pada ‘upaya diri sendiri’ hasil dari logika secara sadar. Pada awalnya manusia berpikir bahwa ia ada karena dengan ada sendirinya, akan tetapi pada satu ketika ruh ini melebur dalam tubuh dan alam pikiran manusia, sehingga secara subjektif dan melihat dari tujuan manusia (secara historis) timbul satu penyimpulan utama bahwa manusia ada karena ada Tuhan yang menciptakan.
Fenomenologi Ruh Hegel ini dalam konsep filsafat modern menyatukan kesamaan pandang manusia dari para pemikir filsuf yang mempelajarinya bahwa filsafat itu sendiri senantiasa fokus pada kebenaran yang pasti walaupun kecenderungan masyarakat saat ini sudah jauh berbeda. Konsep masyarakat yang bebas tanpa aturan pun tidak menghalangi perkembangan filsafat saat ini. Filsafat tetap menyatukan antara dua faktor yakni seni dan religi dalam masyarakat sehingga budaya yang berkembang dan menjadi perhatian dalam ajaran Fenomenologi Ruh bukan dianggap sebagai penghalang melainkan objek penelitian.[6]


[1] Filsafat Hegel. Dialektika, (Online). Diakses pada Hari Rabu, 28 September 2016. Melalui: eprints.dinus.ac.id
[2] Sabda Kata. Konsep Dialektika Hegel, (Online). Diakses pada Hari Minggu, 02 Oktober 2016. Melalui: torattedoda.heck.in
[3] Staff Site UNY. G. W. H. Hegel, (Online). Diakses pada Hari Rabu, 05 Oktober 2016. Melalui: staff.uny.ac.id
[4] Lisa Untari. Dialektika Hegel, (Online). Diakses pada Hari Minggu, 02 Oktober 2016. Melalui: www.academia.edu
[5] James Douli dalam jurnal Hegel’s Phenomenology and Postmodern Thought, dari www.swgc.mun.ca/animus dalam animus 5 (2000)
[6] Rahmi Septiyani. Esensi Fenomenologi Ruh Hegel dengan Fenomenologi Harapan, (Online). Diakses pada Hari Rabu, 05 Oktober 2016. Melalui: www.academia.edu








BAB III
PENUTUP


            A.        Simpulan
Hegel merupakan seorang tokoh filsuf yang mempunyai daya pola pikir yang luar biasa, beliau sangat menyeimbangkan antara konsep empirik dan non-empirik, yang dikenal sebagai metode dialektika. Menyatukan tesis, antitesis sehingga menjadi sintesis. Walaupun dengan begitu, pemikiran Hegel mendapat pertentangan dari kaum filsuf yang mendominasi pada konsep empirisme. Karya-karyanya tentu mempengaruhi pemikirian filsuf lainnya









DAFTAR PUSTAKA


  • Rahmi Septiyani. Esensi Fenomenologi Ruh Hegel dengan Fenomenologi Harapan, (Online). Diakses pada Hari Rabu, 05 Oktober 2016. Melalui: www.academia.edu
  • Filsafat Hegel. Dialektika, (Online). Diakses pada Hari Rabu, 28 September 2016. Melalui: eprints.dinus.ac.id
  • Sabda Kata. Konsep Dialektika Hegel, (Online). Diakses pada Hari Minggu, 02 Oktober 2016. Melalui: torattedoda.heck.in
  • Staff Site UNY. G. W. H. Hegel, (Online). Diakses pada Hari Rabu, 05 Oktober 2016. Melalui: staff.uny.ac.id
  • Lisa Untari. Dialektika Hegel, (Online). Diakses pada Hari Minggu, 02 Oktober 2016. Melalui: www.academia.edu
  • James Douli dalam jurnal Hegel’s Phenomenology and Postmodern Thought, dari www.swgc.mun.ca/animus dalam animus 5 (2000)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar